Kemenag Setarakan Ijazah Lulusan Pesantren Salafiyah dengan Pendidikan Formal

By Admin


nusakini.com-Jakarta- Lulusan pesantren salafiyah selama ini dianggap hanya mampu mengaji. Mereka juga tidak memiliki ijazah formal sehingga akses terhadap dunia kerja menjadi terbatas.  

Dirjen Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan bahwa Kemenag akan memberikan rekognisi atau pengakuan kesederajatan lulusan pendidikan pesantren salafiyah dengan pendidikan formal. Mekanismenya diatur dalam Keputusan Dirjen Pendis Nomor 4831 Tahun 2018 Tentang Rekognisi Lulusan Pesantren Melalui Ujian Kesetaraan. 

Hal ini disampaikan Kamaruddin saat ditemui di kantornya, Jakarta. Menurut Kamaruddin, pelaksanaan teknis ujian kesetaraan tersebut, akan dilaksanakan satu kali dalam setahun, bersamaan dengan akhirus-sanah di pesantren. Para santri pesantren salafiyah yang telah menyelesaikan proses pembelajaran di setiap tingkatan/jenjang pendidikan dan memiliki kasyfu al-darajat atau surat keterangan semisalnya dipersilakan untuk mengikuti ujian ini. 

“Ujian dilaksanakan secara berjenjang. Mulai dari tingkat ula (dasar), wustha (menengah), dan ulya (atas), dan akan diselenggarakan pada satuan-satuan pendidikan keagamaan yang sudah terakreditasi dan telah ditunjuk oleh Ditjen Pendis,” ujarnya. 

Ujian kesetaraan ini memilki kemanfaatan kompetensial bagi setiap pesantren. Berdasarkan Kepdirjen Pendis Nomor 4832 Tahun 2018, pendidikan di pesantren salafiyah memang harus memiliki standar kompetensi tertentu. Ada beberapa kompetensi inti yang harus dipenuhi, yaitu: kompetensi inti sikap, kompetensi inti pengetahuan, dan kompetensi inti keterampilan. 

Selain kompetensi inti, lanjut Kamaruddin, para santri juga diharuskan memiliki kompetensi dasar keagamaan Islam berdasarkan rumpun ilmu keagamaan, yaitu: al-Qur’an dan ‘Ulumul Qur’an, Hadits dan Ilmu Hadits, Tauhid dan Ilmu Kalam, Tarikh, Fiqh dan Ushul Fiqh, Akhlak dan Ilmu Tasawuf, serta ‘Ulum al-Lughah. 

“Setiap santri dari setiap jenjang setidaknya memiliki kompetensi dasar keislaman sebagaimana termaktub di atas dengan penekanan lebih dalam pada ilmu-ilmu tertentu bagi jenjang wustha dan ulya. Misalnya, untuk jenjang ula, diwajibkan untuk menguasai pengetahuan dasar tentang al-Qur’an saja, namun, tidak terlalu ditekankan untuk menguasai pengetahuan dasar Ulum al-Qur’an, Tafsir, dan Ilmu Tafsir. Sedangkan untuk santri jenjang wustha dan ulya diwajibkan untuk menguasai al-Qur’an, Ulum al-Qur’an, Tafsir, dan Ilmu Tafsir sekaligus,” tambahnya. 

Ia menekankan bahwa ujian kesetaraan dan penetapan kompetensi yang harus dimiliki oleh santri di atas dibuat untuk menjadi acuan penilaian atas perkembangan, kemajuan, dan hasil belajar santri pesantren sebagai satuan pendidikan berbentuk pengajian kitab kuning. 

"Dengan demikian, anggapan yang kurang tepat terhadap santri pesantren salafiyah dan terlebih lagi pandangan minor terhadap mereka diharapkan tidak lagi muncul. Masyarakat semestinya memahami bahwa baik pesantren salafiyah maupun lembaga pendidikan formal memiliki kesamaan mendasar, yaitu sebagai lembaga pendidikan untuk semua anak bangsa,” harap Kamaruddin.(p/ab)